Diantara do’a yang diajarkan oleh Nabi ﷺ ialah do’a agar berlindung dari hilangnya nikmat yang telah Allah ta’ala berikan kepada kita. Do’a ini diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar radhiallaahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ senantiasa membaca do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
Allaahumma inni a’uudzubika min zawaali ni’matika wa tahawwuli ‘aafiiyatika wa fujaa-ati niqmatika wa jamii’i sakhothika
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari lepasnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu.” (HR. Muslim no. 2739)
Syaikh Shalih Fauzan menjelaskan bahwasanya Allah ta’ala sanggup menghilangkan nikmat dengan sebab karena perbuatan dosa-dosa. Allah ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan tatkala Rabb kalian memberitakan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Ibrahim: 7)
Dan kenikmatan dapat hilang dengan sebab karena kekufuran. Apabila seorang tidak bersyukur, maka nikmat tersebut akan dihilangkan.
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۙ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anfaal: 53)
Maka bagi Allah apabila menganugrahkan nikmat tidak akan menghilangkan nikmat tsb kecuali dengan sebab karena hamba itu sendiri. Apabila seorang hamba mensyukuri nikmat tsb, maka nikmat tsb akan tetap ada dan bertambah.
Dan apabila seorang hamba mengkufuri nikmat tsb, maka Allah akan menggantinya dengan kekhawatiran dan rasa lapar.
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ ءَامِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا اللهُ لِبَاسَ ٱلْجُوعِ وَٱلْخَوْفِ بِمَا كَانُوا۟ يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (An-Nahl: 112)
____________
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi seorang hamba tatkala Allah ta’ala telah menganugrahkan nikmat kepadanya, baik berupa harta, kesehatan, waktu luang, umur yg panjang, kecerdasan, dan lain sebagainya untuk mensyukuri nikmat yg telah diberikan itu. Serta menjadikan nikmat itu sebagai wasilah untuk bertambah mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Maka jangan heran, ketika seorang diberikan nikmat oleh Allah ta’ala dan dia tidak mensyukuri nikmat yg telah diberikan dengan berbuat ketaatan kepada Allah ta’ala, kemudian Allah hilangkan nikmat itu atau diselimuti rasa was-was, khawatir dan takut kehilangan nikmat pada orang itu hingga menjadikan dirinya lalai dalam mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.
Referensi:
Ithaaful Kiraam bisyarhi Kitaabul Jaami’, cet. Dar al-Majid, hal. 304