Peristiwa yang akan datang, atau nasib seseorang kelak merupakan perkara ghaib yang tidak diketahui oleh seorang pun. Akan tetapi, tidak sedikit orang mendatangi peramal atau dukun untuk mengetahui nasib mereka atau mengubahnya menjadi lebih baik. Padahal Allah ta’ala mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara ghaib. Bahkan, Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam pun tidak mengetahuinya, kecuali apa yang dikabarkan oleh Allah ta’ala,
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah (wahai Muhammad):Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (al-A’râf: 188)
Allah Ta’ala memerintahkan Rasululllah shalallahu’alaihi wa sallam agar menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Selain itu, beliau juga diperintahkan agar mengetakan bahwa beliau tidak mengetahui sedikit pun, kecuali apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Hal tersebut sebagaimana yang telah Allah ta’ala firmankan di dalam surat Al-Jinn: 26
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا
“(Dialah) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu” (Al-Jinn: 26)
Sumber:
- Tafsir Ibnu Katsir