Kaidah dalam Memahami Tauhid (2)

0
103

Kaidah Dalam Memahami Tauhid (2)

 

3. Kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam melakukan beraneka ragam peribadatan dengan menyembah malaikat, para nabi, orang-orang shalih, bebatuan, pepohonan, matahari dan bulan. 

Ketahuilah, bahwasanya sesembahan orang-orang musyrikin terdahulu dalam melakukan peribadatan kepada selain Allah Ta’ala tidak hanya berupa berhala-berhala patung saja. Akan tetapi, berupa orang-orang shalih, para nabi, malaikat serta ciptaan Allah Ta’ala lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَن تَتَّخِذُواْ الْمَلاَئِكَةَ وَالنِّبِيِّيْنَ أَرْبَابًا

“dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan” (Ali-Imran [3]: 80)

أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka” (Al-‘Israa [17]: 57)

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ

“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Laata dan al Uzza dan manaah” (An-Najm [53]: 19-20)

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya” (Fushshilat [41]: 37)

dan Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,

عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

Dari Abu Waqid Al Laitsi mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala pergi ke Khoibar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah pohon milik kaum musyrikin yang dinamakan Dzatu Anwath. Orang-orang musyrik biasa menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Lalu (di antara sahabat yang baru masuk Islam) mengatakan (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana milik orang-orang musyrik.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah dari tingkah kalian yang semacam ini). Ini sama halnya dengan perkataan kaum Musa kepada beliau, ‘Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana yang ada pada mereka’. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sungguh kalian akan mengikuti jejak (kebiasaan) umat-umat sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2106/ 2180)

Hal ini merupakan bantahan kepada orang-orang yang mengatakan bahwasanya orang-orang musyrik terdahulu melakukan kesyirikan hanya kepada berhala patung-patung saja. dan kaum musyrikin terdahulu menjadikan sesembahan mereka sebagai perantara atau wasilah dalam beribadah serta mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” (Az-Zumar [39]: 3)
Bersambung…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here