Metode Mendidik Anak di dalam Islam
بسم الله الرحمن الرحيم
Islam merupakan agama yang telah sempurna..
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu” (Al-Maidah [5]: 3)
Segala sesuatu telah diajarkan oleh Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam dari hal yang terbesar hingga yang terkecil. Sebagai contoh, di dalam tata cara membuang hajat, islam tidak luput untuk mengaturnya. Seperti tidak boleh menghadap kiblat, tidak boleh membuang hajat pada air yang mengalir, tidak boleh menggunakan tulang untuk beristinja (cebok) dan yang lainnya.
Terlebih lagi di dalam cara mendidik anak, Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan pengajaran melalui Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik ummatnya agar menjadi ummat yang terbaik. Berikut merupakan sebuah catatan kecil dari sebuah kitab Tarbiyatul aulad fil islam karangan syaikh Dr. ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan Rohimahulloh.
Beliau Rohimahulloh menjelaskan bahwasanya diantara metode dalam mendidik anak itu terdiri dari lima metode:
- At-tarbiyatul bil qudwah (metode pendidikan dengan contoh teladan)
- At-tarbiyatul bil ‘adah (metode pendidikan dengan adat/ kebiasaan)
- At-tarbiyatul bin nashihah (metode pendidikan dengan nasihat)
- At-tarbiyatul bil mulahazhoh (metode pendidikan dengan perhatian)
- At-tarbiyatul bil uqubah (metode pendidikan dengan hukuman)
- At-tarbiyatul bil qudwah (Keteladanan)
Salah satu metode yang baik dalam mendidik anak agar terbentuknya generasi yangbaik haruslah dimulai dari diri kita sendiri, yaitu dengan menjadi contoh teladan yang baikbagi anak-anak. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam surah (al-Ahzab [33]: 21):
لَقَدَ كَانَ لَكَمَ فِي رَسَولِ ه اِ أَسَوَةَ حَسَنَةَ لَمَن كَانَ يَرَجَو ه اَ وَالَيَوَمَ الَخِرَ وَذَكَرَ ه اَ كَثِيرً
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan kita agar mencontoh apa-apa yang ada pada diri Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam, karena beliau-lah teladan bagi ummat ini. Oleh karena itu, jika ingin anak-anak kita kelak menjadi anak yang mulia hendaklah dimulai dari diri sendiri. Bukankah buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya?
هَلَ جَزَاء الَِحَسَانِ إِ ه ل الَِحَسَانَ
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”.
- At-tarbiyatul bil ‘adah (Kebiasaan)
Merupakan sesuatu yang menjadikan seseorang senantiasa mudah melakukan suatu pekerjaan tersebut. Sebagaimana seorang yang tadinya tidak terbiasa menggunakankomputer, ia akan terbiasa menggunakannya atau bahkan menjadi mahir tatkala ia sering menggunakan komputer tersebut. Hal ini sesuai dengan yang disabdakan oleh Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam, dari shohabat Abu Huroiroh Radhiallohu’anhu:
مامن مولود إل يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه وينصّرانه ويمجّسانه
Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalahyang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim)
Di dalam hadits ini menjelaskan bahwasanya pada asalnya setiap anak yang baru lahir senantiasa dalam keadaan fithroh (islam). Akan tetapi, lingkungan atau kebiasaan dari orangtua-lah yang menjadikan seorang anak tersebut menjadi orang yang kafir.Oleh sebab itu, lingkungan atau kebiasaan baik yang diajarkan oleh orang tua menjadi faktor penting dalam mendidik anak menjadi generasi yang baik serta mulia.
- At-tarbiyatul bin Nashihah (Nasihat)
Nasihat yang baik juga merupakan hal yang penting di dalam mendidik anak. Nasihat tersebut haruslah disampaikan disampaikan oleh orang yang dipandang sang anak, dan orang yang dipandang oleh sang anak tidak lain adalah orang tua mereka. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam suroh (Q.S Luqman [31]: 13)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَ لَ تُشْرِكْ بِا الله إِن الشَرْكَ لَظُلْمَ عَظِيمَ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Lihatlah tatkala Allah Azza wa Jalla mengabadikan nasihat Luqman kepada anaknya di dalam alqur’an, nasihat yang baik dan indah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Dan nasihat atau pengajaran pertama kali yang diberikan Luqman kepada anaknya adalah nasihat berupa Tauhid (agar sang anak tidak mensekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala).
Akan tetapi, nasihat yang baik haruslah didampingi dengan keteladanan yang baik pula. Sebab tidaklah mungkin seorang anak akan melaksanakan sholat jika ia melihat kedua orangtuanya pun tidak melaksanakan sholat. Hal ini sebagaimana yang difirmankah Allah Subhanahu wa ta’ala didalam suroh (Al-baqoroh [2]: 44):
أَتَأْمُرُونَ النهاسَ بِالْبِرَ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَ تَعْقِلُونَ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakandiri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
- At-tarbiyatul bil mulahazhoh (Perhatian)
Perhatian atau pengawasan haruslah senantiasa dilakukan orang tua kepada anak-anak mereka. Agar tatkala orang tua melihat sang anak terjerumus di dalam kesalahan tidaklah dibiarkan begitu saja. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam dari shohabat Umar ibnu Salamah Rodhiallohu ‘anhu tatkala melihat seorang anak kecil yang makan dengan cara yang salah:
يَا غُلَمُ ! سمِ الله , وَكُلْ بِيَمِينِكَ , وَكُلْ مِما يَلِيكَ
“Wahai anak muda, bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmudan apa yang ada di sekitarmu.” (Muttafaqun’alaih)
Selain itu, orang tua haruslah memperhatikan serta mengawasi dengan siapakah sang anak berteman. Sebab, teman dapat menjadikan seorang anak menjadi baik atau pun menjadi buruk. Terlebih lagi tatkala buah hati tercinta hendak menempuh hidup dengan seorang lelaki,orang tua harus lebih memperhatikan siapakah calon suami buah hatinya tersebut. Apakah calon suaminya orang yang hanya hidup untuk dunia ataukah seorang yang hidupnya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam dari shohabat Abu Musa al-Asy’ari Rodhiallohu ‘anhu:
مَثَلُ الْجَلِيسِ ال ه صالِحِ وَال ه سوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِ ه ما أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِ ه ما أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ،وَإِ ه ما أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيَبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِ ه ما أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِ ه ما أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة“
Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (Muttafaqun’alaihi)
- At-tarbiyatul bil uqubah (Hukuman)
Hukuman merupakan hal yang diberikan kepada seseorang tatkala berbuat salah dengan maksud agar orang tersebut tidak mengulanginya. Akan tetapi, hal yang perlu diketahui adalah hukuman yang diberikan kepada sang anak haruslah diberikan dengan kasih sayang dan disyaratkan apabila hukuman berupa fisik tidak mengakibatkan luka pada tubuhnya, karena itu akan menimbulkan sakit yang lebih pada anak.
Sebagaimana sabda Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam dari shohabat Mukmal bin Hisyam Rodhiallohu ‘anhu tatkala memerintahkan kepada kita agar menghukum seorang anak yang tidak mengerjakan sholat tatkala mencapai usia 10 tahun:
مروا اولدكم بالصلة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليهاوهم أبناء عشر وفرقوا بينهم فى المضاجع
“Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun,dan pukul-lah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumur sepuluh tahun,dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR. Abu Daud)
______
Penutup
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri” ( Al Ahqof[46]: 15)
Sumber: diringkas dari kitab “Tarbiyatul aulad fil islam”