Hakikat Kehidupan Dunia
Ketahuilah.. bahwasanya kehidupan dunia merupakan kesenangan sementara. Bahkan, Allah Subhanallahu wa Ta’ala mengatakan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yg menipu.
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“….Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al- Hadid: 20)
Akan tetapi, tidak sedikit manusia yang tertipu dengan kehidupan dunia. Harta dan Perhiasan menjadi tujuan mereka, hingga mereka melupakan kehidupan akhirat yang kekal
- Pekerjaaan mereka menjadikan mereka lalai dari mengingat Allah, Tatkala seruan untuk sholat telah berkumandang mereka tetap dengan pekerjaannya seakan tidak peduli dengan seruan tersebut.
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
““Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sehat”. (Al Qalam: 42-43)
Sebagaimana yang dinukil dari Al-Kabaair – Imam Adz-Dzahabi,
Sa’id bin Musayyib berkata:
“Mereka dahulu mendengar seruan Hayya ‘alash Shollah, Hayya ‘alal falah. Namun, mereka tidak memenuhi panggila itu, padahal mereka sehat tak kurang suatu apa“.
- Bahkan, anak-anak mereka pun juga menjadikan mereka lalai dari Mengingat Allah;
1. Karena anak mereka, mereka menjadi pelit
Mereka rela menyimpan harta untuk anak-anak mereka, untuk pendidikan mereka, untuk pakaian mereka, untuk menyenangi mereka. Akan tetapi, mereka menjadi kikir tatkala mengeluarkan harta di jalan Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Mereka takut akan menjadi miskin tatkala mengeluarkan harta di jalan-Nya.
2. Karena anak mereka, mereka menjadi bodoh.
Mereka disibukkan dengan mengurus dan menghabiskan waktu untuk anak-anak mereka. Akan tetapi, mereka tidak meluangkan waktu untuk menuntu ilmu. Mereka tidak terlihat lagi duduk di majilis ilmu, mereka tidak lagi membaca buku, dan mereka tidak lagi bertanya kepada Ahli Ilmu. Mereka menjadi bodoh tentang agama mereka sendiri, padahal hal tersebutlah yang akan menyelamatkan mereka.
3. Karena anak mereka, mereka menjadi pengecut.
Tatkala panggilan untuk berjihad telah datang mereka enggan keluar dari rumah, Dan tatkala mereka ingin berdakwah mereka menjadi takut meninggalkan anak-anak mereka di rumah.
Allah Azza wa Jalla telah mengibaratkan kehidupan dunia yang sementara ini bagaikan sebuah tanaman
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا وَفِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ
“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya…”. (al-hadid: 20)
Oleh karena itu, pantaskah bagi kita terus menerus mengejar kehidupan dunia??
Pantaskah bagi kita mengutamakan haq makhluk daripada Haq Allah? atau bahkan haq makhluk telah mengabaikan kita dari Haq Allah?
Dari Mu’adz bin Jabal rodhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Saya pernah membonceng Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam di atas himar,
beliau berkata kepada saya, “Tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-hambaNya dan apa hak hamba atas Allah?”
Saya berkata, “Allah dan RosulNya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Hak Allah atas hambaNya ialah agar mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun. Dan hak hamba atas Allah ialah tidak diadzab selama dia tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun.
” Saya berkata, “Wahai Rosulullah, bolehkah aku memberi kabar gembira ini kepada manusia?”
Beliau berkata, “Jangan engkau kabarkan, nanti mereka bersandar dengannya.”
(Dikeluarkan oleh al Bukhori, Muslim, Tirmidzi, ibnu Majah, dan Ahma).
Bukankah kita hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala?
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat: 56)
Ibadah yang dimaksud ialah tidak hanya semata-mata mengagungkan Allah Azza wa Jalla.Bukankah kaum musyrikin tatkala itu, juga mengagungkan Allah?
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan rasa pengabdian (ikhlash) kepada-Nya. Akan tetapi, ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65)
Lihatlah kaum musyrikin ketika ditimpa musibah lantas mereka mengingat Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, ketika mereka telah diselamatkan mereka lantas berbuat syirik kembali. Oleh karena itu, ibadah haruslah disertai dengan tauhid dan tanpa menyekutukan Allah azza wa jalla dengan apapun juga.
Hal ini bukan berarti harus mengabaikan kehidupan dunia dan tidak mempedulikannya.
hadits dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Telah datang tiga (sahabat) orang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tatkala dijelaskan kepada mereka seolah-seolah mereka beranggapan ibadah mereka sedikit (kalau dihubungkan dengan kondisi mereka), lalu mereka berkata, “Apakah artinya kita, jika dibandingkan dengan Rasulullah? Sungguh beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.”
Kemudian salah satu di antara mereka berkata,”Adapun saya, maka saya akan shalat semalam suntuk selama-lamanya.”
Yang lain mengatakan, “saya akan berpuasa sepanjang masa, dan tidak akan berbuka.”
Yang lain (lagi) mengatakan, “Saya akan menjauhi perempuan, dan tidak akan kawin selama-lamanya.”
Tak lama kemudian datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu bertanya, “Kalian yang menyatakan begini dan begini? Demi Allah, sungguh saya adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan yang paling bertakwa di antara kalian kepada-Nya; Namun saya berpuasa, dan juga berbuka, saya mengerjakan shalat dan juga tidur, dan (juga) menikahi perempuan. Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan termasuk dari golonganku.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IX:104 no:5063 dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim II:1020 no:1401 dan Nasa’i VI:60).
Diringkas dari kajian Ustadz Afifi Abdul Wadud, L.c.
dengan tema “Sejenak Kita Merenung”
di Masjid raya at-taqwa
jembatan sebelas, rawalumbu utara
ahad, 16 jumadil awwal 1433 H/ 8 April 2012
pkl. 09.00 – Dzuhur