Bagaimana apabila seorang istri ingin berpuasa, namun suaminya melarangnya berpuasa. Manakah yang harus lebih diutamakan? mengerjakan ibadah yang sunnah atau mentaati suami?
Di antara etika pergaulan suami-istri di dalam rumah ialah seorang istri tidaklah berpuasa sunnah apabila suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin suami. Adapun apabila suaminya bersafar, maka boleh saja berpuasa sesuai kehendaknya.
Hadits dari Abu Hurairah radhiallaahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda,
لَا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa padahal suaminya ada, kecuali dengan izin suami” (HR. Bukhori no. 5192)
Para ulama berkata, di dalam hadits ini menunjukkan bahwa sepatutnya bagi seorang wanita memberikan perhatian kepada suaminya tatkala suaminya ada, bahkan hingga mengutamakannya ketimbang ibadah-ibadah yg sunnah.
Oleh karena itu, Aisyah radhiallaahu’anhu mengakhirkan qadha puasa Ramadhan hingga akhir sya’ban.
Referensi:
– Fiqhun Nikaahi wal ‘Usyrati baina Az-Zaujaini, cet. Darul Mirots An-Nabawi, hal. 131