Di antara ilmu yang dilupakan, atau seringkali tidak dipedulikan adalah ilmu waris. Padahal ilmu waris merupakan salah satu syariat Islam. Bahkan, telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.
Orang-orang jahiliyyah dahulu mereka tidak memberi harta waris kepada para wanita dan anak laki-laki yang masih kecil. Mereka mengatakan, “tidak diberi harta waris kecuali siapa yang ikut berperang dan telah mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang)”. Lalu Allah membatalkan hukum jahiliyyah tersebut, dan mengatur tentang hukum waris.
Allah ta’ala berfirman tatkala setelah menyebutkan tata cara pembagian waris,
آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Sebagai kewajiban (dalam pembagian waris) dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (An-Nisa: 11)
Bahkan di ayat berikutnya Allah berfirman,
وَصِيَّةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
“(Pembagian Waris) adalah wasiat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Lembut” (An-Nisa: 12)
Di dalam hadits disebutkan Rasulullah memerintahkan untuk memberikan harta kepada ahli warisnya, dari sahabat Ibnu Abbas Radhiallaahu’anhu, Rasulullaah bersabda,
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
” Berikanlah harta warisan kepada yang berhak mendapatkannya, sedangkan sisanya untuk laki-laki yang paling dekat garis keturunannya” (HR. Bukhori no. 6732, Muslim no. 1615)
Di dalam riwayat lain bahkan disebutkan ilmu waris akan dilupakan (tidak dijalankan). Hadits dari Abu Huroiroh,
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
“Wahai Abu Hurairah, belajarlah faraidh (ilmu waris) dan ajarkanlah, karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu, dan ilmu itu akan dilupakan dan ia adalah yang pertama kali dicabut dari umatku” (HR. Ibnu Majah no. 2719, dho’if)
Bahkan, Ibnu Abbas radhiallaahu’anhu, salah satu ulama dari kalangan para sahabat mengatakan ketika menafsirkan ( إلا تفعلوا ) pada firman Allah,
إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
” Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar” (Al-Anfaal: 73)
Yaitu, apabila kalian tidak melaksanakan waris dengan yang telah Allah perintahkan.Maka
تكن فتنة في الأرض و فساد كبير
“Niscaya akan terjadi fitnah (kekacauan) dan kerusakan yang besar di muka bumi”
Berdasarkan dalil-dalil ini menunjukkan bahwa pembagian waris merupakan syariat Islam yang wajib dijalankan. Bahkan Allah menggunakan فرائض yaitu jamak dari فريضة yang berasal dari kata فرض dan salah satu maknanya adalah التقدير yaitu ketentuan Allah. Apabila tidak dilakukan pembagian waris ini, berdasarkan sesuai dengan ketentuan Allah, maka pasti akan terjadi kerusakan dan kezholiman.
Kapan waktu pembagian waris?
Allah ta’ala berfirman,
مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya” (An-Nisa: 12)
Bahkan di dalam ayat ini Allah mengulang-ulangnya hingga tiga kali. Seakan ingin menegaskan bahwa harta waris haruslah segera dibagikan setelah dipenuhi seluruh hutang-hutang dan wasiat si mayyit yang telah dikuburkan.
Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menunda-nunda atau bahkan menolak segera dibagikan waris. Sebagian mereka mengatakan,
“Kuburannya belum kering (belum lama dikuburkan) udah bicara harta waris”
“Bapak masih hidup, udah bicara harta waris dari ibu”
Sebagian yg meyakini harus menunggu 40 hari, atau 100 hari. Padahal keyakinan tersebut tidak ada syariatnya di dalam Islam. Bahkan, mereka menuduh orang-orang yang ingin menegakkan syariat waris sebagai orang yang rakus tamak akan harta.
Padahal penundaan pembagian harta waris hanyalah mendatangkan kemudharatan. Terlebih hingga salah satu ahli warisnya meninggal dunia. Sebab, bisa jadi salah seorang ahli waris yang membutuhkan harta tersebut. Tetapi tidak menunjukkan sikap butuhnya karena sungkan.
Selain itu, harta waris yang telah dibagikan dapat digunakan juga sebagai amal jariyyah.
Referensi:
– تسهيل الفرائض
– تحقيقة المرضية في مباحث الفرضية